Rabu, 09 April 2008

KIDEMANG.DAGDIGDUG.COM

Pindahan Euy....

Selasa, 31 Juli 2007

Generalis dan Spesialis


"Pemimpin itu memang harus generalis, dia bukan seorang spesialis seperti manager". Demikian kira-kira kalimat yang masih bisa aku ingat dari sebuah debat calon Pilkada DKI beberapa waktu yang lalu. Lalu lawan debat juga membalasnya dengan tidak kalah argumentatif " Lalu mau dibawa kemana DKI ini kalo dipimpin oleh orang yang belum berpengalaman dan berdasar teori belaka? DKI ini cukup komplek, bukan daerah biasa yang baru berkembang dan tidak punya apa-apa".

Cukup menarik dan masuk akal memang masing-masing pihak dalam menyampaikan argumentasinya untuk membela sang calon. Namun terlepas konteksnya adalah Pilkada, aku tidak menggarisbawahi permasalahannya di titik tersebut. Aku lebih tertarik dengan konsep kepemimpinan itu sendiri yang dalam hal ini memiliki dua aspek pendekatan yang berbeda. Di satu kubu memperlihatkan "keluasan dalam pemahaman fungsi leader (generalis)" dan kubu yang lain menonjolkan "pengalaman yang matang serta kedalaman dalam mengenali masalah yang dihadapi (spesialis)". Tidak penting bagiku mana yang benar. Karena buatku kebenarannya baru bisa dibuktikan dengan pelaksanaan kepemimpinan itu sendiri. Namun satu hal yang membuat aku sangat tertarik adalah masalah "generalis" dan "spesialis" nya.

Dalam perspektifku, seorang pemimpin memang haruslah seorang yang generalis dengan area keluasan yang sangat menyesuaikan visi dan misi dalam kepemimpinannya. Namun di satu sisi yang lain ketika mulai dimasukkan parameter-parameter seperti batasan waktu, permasalahan-permasalahan yang terjadi saat ini dan sebelumnya, program-program yang harus tetap dilanjutkan sebagai sebuah komitmen, dan sebagainya semuanya akan menjadi lebih mengarah kepada kebutuhan track record atau pengalaman yang akan menjurus kepada spesialis.

Meski demikian, semua akan kembali kepada satu faktor kunci syarat untuk menjadi seorang pemimpin itu sendiri yaitu trust. Hanya kepercayaanlah yang mampu membawa seseorang duduk di atas kursi kepemimpinan yang sesungguhnya. Meskipun terkadang memang kepercayaan komunal sendiri telah banyak yang menganggap "bisa dibeli" saat ini di negeri ini. Namun sebagai pribadi yang menurutku masih bermoral (mudah-mudahan orang lain juga masih menganggapnya demikian....hehehe piss!!!), aku masih percaya bahwa kepercayaan itu tidak bisa dibeli. Yang bisa dibeli menurutku hanyalah kepentingan belaka.

Kepercayaan akan tumbuh seiring dengan pengalaman (spesialisasi), keluasan jiwa dan pemikiran (generalis) serta mungkin faktor-faktor lain. Yang tidak kalah pentingnya menurutku dalam konteks generalis dan spesialis adalah kapan dan dimana kita harus memakai dua jurus tersebut. Ada sebuah faktor yang berperan disini, yaitu intuisi. Dan lagi-lagi, intuisi juga bukan merupakan hal yang bisa didapatkan secara instan.

Dalam pemikiranku yang sederhana ini, aku hanya bisa menyimpulkan bahwa setiap orang akan punya potensi menjadi seorang pemimpin. Karena aku yakin bahwa pemimpin itu lahir dari sebuah proses. Dan yang jelas, dalam keyakinanku semua akan kembali lagi kepada kapasitas masing-masing orang untuk bisa menjawab "sanggup" dan "tidak sanggup" untuk memperbesar atau memperluas defaultkapasitas pemimpin pada diri kita pemberian sang Ilahi.